PONTIANAK – Harry Eko Rifanto (66) sama sekali tak menyangka lukisan ampas kopi karyanya langsung diterima oleh Presiden RI Jokowi. Lukisan siluet wajah Jokowi yang dibuat dengan bahan dasar ampas bubuk kopi yang diglasur di atas karung goni bekas sebagai medianya dengan ukuran bingkai 30×30 centimeter, diserahkan Pj Wali Kota Pontianak Ani Sofian kepada Presiden Jokowi saat meninjau stand-stand pameran Inacraft di Jakarta Convention Center (JCC), Rabu (28/2/2024).
“Senang dan bangga rasanya karena lukisan Pak Jokowi yang saya buat dua tahun lalu akhirnya sekarang berada di tangan orangnya langsung,” ujarnya saat ditemui di Stand Kota Pontianak Paviliun Kalbar pada pameran Inacraft 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Kamis (29/2/2024).
Pak Teng, sapaan akrab Harry, mengungkapkan bahwa karya yang dibuatnya berbeda dengan yang dikerjakan seniman-seniman pelukis ampas kopi. Umumnya, lukisan dari kopi dibuat dengan alat kuas dan menggunakan air kopi. Di tangannya, lukisan itu dibuat menggunakan teknik glasur dengan bahan campuran ampas kopi dan lem khusus buatannya.
“Saya menggunakan ampas bubuk kopi dan alat yang saya gunakan plastik glasur yang familiar digunakan untuk menghias kue,” katanya.
Ide membuat lukisan dengan ampas kopi ini terbesit ketika Pontianak dibranding sebagai Kota Seribu Warung Kopi. Diperkuat lagi dengan dicanangkannya Jalan Gajah Mada sebagai Coffee Street. Pak Teng berpikir, semakin banyak warung kopi yang ada di kota ini, maka tentu banyak juga ampas kopi yang terbuang. Ide mengolah ampas kopi yang biasa dibuang oleh usaha warung kopi pun muncul dalam benaknya. Gambaran dalam pikirannya, bagaimana ampas kopi ini menjadi karya seni seperti lukisan.
Ia pun mulai mengumpulkan limbah ampas kopi. Bubuk ampas kopi itu terlebih dahulu dikeringkan dengan cara dijemur. Setelah ampas kopi itu kering, selanjutnya diayak hingga tersisa bubuk yang halus. Bubuk yang telah diayak itu dicampur dengan lem khusus ciptaannya sehingga berbentuk seperti krim. Krim itu kemudian dimasukkan ke dalam plastik glasur dan dilanjutkan melukis dengan menggunakan glasur mengikuti bentuk gambar yang sudah didesain lebih dulu di atas karung goni. Untuk harga lukisan ampas kopi ukuran standar 30×30 centimeter dibanderol Rp300 ribu. Sedangkan lukisan yang ditambah dengan hiasan biji kopi mengelilingi gambar utama, harganya dipatok Rp400 ribu. Apabila ada yang ingin memesan selain ukuran yang tersedia, harga menyesuaikan dengan ukuran yang diinginkan.
“Saya gunakan karung goni karena biasanya biji kopi itu kemasannya karung goni dan itu juga saya gunakan karung goni bekas,” tuturnya.
Pemanfaatan limbah ampas kopi maupun karung goni bekas ini bagi Pak Teng karena memang dirinya senang memanfaatkan limbah untuk dijadikan sesuatu yang bernilai. Tidak hanya ampas kopi, bahan-bahan kerajinan lainnya yang dibuat juga banyak dari alam sekitar misalnya ilalang, bunga rumput, limbah pohon, kulit kayu, botol bekas parfum, botol plastik dan sebagainya.
“Saya ingin mengurangi limbah atau barang-barang yang tidak terpakai, bagaimana sesuatu yang tadinya tidak dipandang orang, ketika dimanfaatkan menjadi lukisan atau kerajinan lainnya justru memberikan nilai tambah,” imbuhnya.
Tidak ada keinginan muluk dari sosok Pak Teng yang sederhana ini. Dia hanya ingin generasi muda terinspirasi dengan caranya memanfaatkan barang-barang tak terpakai menjadi sebuah karya yang bernilai dan memberikan pendapatan. Ia membuka kesempatan kepada siapa saja terutama anak-anak muda untuk belajar di galeri miliknya, baik itu lukisan ampas kopi maupun lukisan prada kain atau kerajinan-kerajinan kreatif lainnya..
“Saya siap mengajarkan siapa saja yang mau belajar, silakan datang ke Kian Galeri Mustang di Gang Belibis atau bisa hubungi melalui pesan ke akun Instagram @kian_wine_coffeeart,” ucapnya.
Pak Teng bercerita kalau di galerinya kerap menjadi tempat magang siswa sekolah kejuruan hingga mahasiswa. Ia mengaku senang jika melihat anak-anak muda tertarik belajar membuat kriya.
“Intinya, saya ingin mengajak orang untuk berkarya dan mencintai lingkungan dengan memanfaatkan limbah atau barang-barang tak terpakai,” ungkapnya.
Tidak hanya lukisan ampas kopi, dua tahun belakangan Pak Teng kembali menemukan ide, yakni lukisan prada kain. Berbeda dengan lukisan prada yang sudah ada lebih dulu, ia membuat lukisan dengan motif timbul atau emboss. Teknik melukis kain yang bisa diaplikasikan ke beberapa barang seperti pakaian, topi, sepatu dan barang-barang lain yang berbahan kain, masih menggunakan cara yang sama dengan lukisan ampas kopi.
“Hanya kalau lukisan prada kain, bahan yang digunakan adalah glitter berwarna yang disesuaikan dengan keinginan pemesan dan lem khusus yang saya oplos ,” imbuhnya.
Untuk melukis prada kain, ia menggunakan lem khusus yang berbeda dengan lukisan ampas kopi. Sebelum mulai melukis, bahan glitter dicampur dengan lem, kemudian hasil campuran itu dimasukkan ke dalam plastik glasur untuk dihias pada kain. Untuk kain yang dilukis prada, bisa yang polos atau yang sudah ada motifnya. Khusus kain yang masih polos, gambarnya terlebih dahulu didesain di atas kain menggunakan printing manual maupun digital. Sedangkan yang sudah ada motif atau desain gambar, bisa langsung dilukis dengan menggunakan teknik glasur mengikuti motif yang sudah ada.
“Sudah ada beberapa pengunjung di Pameran Inacraft ini yang memesan lukisan kain prada,” kata Pak Teng.
Kendati tidak sedikit karya Pak Teng yang sudah terjual, namun dirinya memang tidak memproduksi secara massal. Ia hanya membuat kerajinan berdasarkan pesanan. Kalau ada yang berminat, bisa request sesuai dengan keinginan.
“Jadi saya tidak menyediakan stok untuk dijual, kalaupun ada itu hanya untuk display,” tutupnya. (riski)